Nilai Keteladanan & Keluhuran Ki Hajar Dewantara menjadi Penghela dan Penggerak Pendidikan Era Komputasi Global

Surakarta, 2 Mei 2021

Peringati Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2021, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta menyelenggarakan webinar dengan tajuk “Nilai Progresif dan Pendidikan Abad 21 Ki Hajar Dewantara”. Tiga tokoh pendidikan sengaja dihadirkan dalam acara ini. Ketiga tokoh tersebut adalah: (1) Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata, Duta Besar Republik Indonesia Uzbekistan sekaligus Ketua Umum ISPI; (2) Prof. Dr. Sofyan Anif, Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta yang saat ini juga menjabat sebagai Ketua Umum ALPTKSI; dan (3) Prof. Dr. Unifah Rosyidi, Ketua Umum PB PGRI.

Acara yang dilakukan secara daring ini diikuti lebih dari 900 peserta yang terdiri dari dosen, guru, mahasiswa, praktisi pendidikan, dan pemerhati pendidikan. Semua serentak bergerak untuk mendapatkan pencerahan berkaitan dengan pendidikan yang harus tetap menginspirasi meski pandemi melanda negeri ini. Penjelasan narasumber pertama terkait Pendidikan Abad 21 adalah pendidikan yang inklusif dan adaptif sesuai dengan semboyan Tut Wuri Handayani yang dikenalkan oleh Ki Hajar Dewantara sebagai sarana untuk mencapai SDGs 2030.

Mendukung pendapat yang disajikan oleh narasumber pertama, Prof. Dr. Sofyan Anif memaparkan materi tentang nilai progresif Pendidikan Abad 21 bahwa pendidikan bukan sekadar transfer knowledge, tetapi juga transfer nilai. Nilai karakter tidak hanya ditentukan oleh sekolah, melainkan juga keluarga dan lingkungan. Beliau juga menjelaskan tentang konsep Pendidikan yang diajarkan oleh K.H. Ahmad Dahlan. Menurut K.H. Ahmad Dahlan pendidikan harus mampu menghasilkan manusia yang berkarakter. Seimbang antara intelektual, spiritual, dan emosional.

Prof. Dr. Unifah menceritakan tentang perjuangan Ki Hajar Dewantara yang rela meninggalkan status kebangsawanannya untuk membangun pendidikan. Siswa sebagai pusat dalam pendidikan merupakan konsep yang sudah sejak dulu dikenalkan oleh Ki Hajar Dewantara. Konsep merdeka belajar pun sebenarnya sudah dikenalkan sejak dulu. Rumah dijadikan sebagai tempat ternyaman siswa untuk belajar. Guru harus mampu mendorong siswa untuk maju dalam hal pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Realisasi among, momong, dan ngemong menjadi hal yang perlu diperhatikan dalam pendidikan.

Ajaran Ki Hajar Dewantara yang dideklarasikan 1 abad lalu tentang kemerdekaan belajar dan nilai-nilai keteladanan, keluhuran budi, kepemimpinan, dan nilai-nilai gotong royong melalui falsahanya Tut Wuri Handayani   menjadi penghela penting dalam mengelola, mengembangkan, dan menggerakkan pendidikan era global sekarang ini. Keduanya, ajaran dan nilai, tetap dinamis dan mampu mengikuti perlu kita hayati, internalisasi, dan implementasikan dalam proses penyelenggaraan pendidikan ini. Ajaran dan nilai falsafah Ki Hajar Dewantara mamu menanamkan nilai-nilai universal yang bukan saja mampu memajukan pendidikan nasional Indonesia, tetapi mampu memberikan spektrum dunia bahwa nilai-nilai keluhuran budi untuk hidup, kehidupan, penghidupan, & berkehidupan bermasyarakat sangatlah mendasar dan penting. Pendidikan adalah proses nilai bukan sekadar hanya untuk menghasilkan tukang, demikian papar Prof. Harun Joko Prayitno sebagai Ketua Penyelenggara sekaligus Dekan FKIP UMS dan Ketua ALPTK PTMA.

Kegiatan ini dilanjutkan dengan pengumuman pemenang Lomba Nasional Cipta Puisi Edukasi Masa Pandemi (CPEMP), Inovasi Pembelajaran Abad 21 Masa Pandemi (IPA21MP), dan Koreografi Senam Imaji Masa Pandemi (KSIMP). Lomba nasional yang diselenggarakan oleh FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta bekerja sama dengan ALPTK PTMA Mejelis Dikti Litbang PP Muhammadiyah diharapkan mempu memberikan berkontribusi dalam upaya meningkatkan prestasi, bakat, minat mahasiswa LPPTK sebagai calon guru penggerak dalam konteks pendidikan global. Salam @FKIP CAKAP.