MEMUPUK SIKAP ADAPTIF

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menyelenggarakan kuliah umum dengan tajuk “Kabastraya 4” (Kajian,Bahasa,Sastra, dan Pengajarannya) pada 5 Juli 2022. Temanya, Kuirikulum Merdeka dan Potensi Implikasinya. Kegiatan yang diikuti ratusan mahasiswa dan dosen itu digelar dalam rangka merespons hadirnya Kurikulum Merdeka yang telah diterapkan di sekolah. Perubahan kurikulum di sekolah tentu mengubah isi kurikulum di LPTK.

Dr. Rahayuningsih, Kepala SMA Muhammadiyah 1 Surakarta yang menjadi pembicara tunggal dalam kegiatan itu menyatakan, Kurikulum Merdekan sudah diterapkan di sekolahnya sebagai sekolah penggerak. Kurikulum itu memiliki kelebihan antara lain, lebih sederhana, dan mendalam, lebih merdeka, serta lebih relevan dan interuktif.

Kurikulum baru memang seharusnya memiliki kelebihan dibanding dengan kurikulum sebelumnya yang diyakini dapat memperbaiki kualitas lulusan. Kelebihan kurikulum yang berupa kebijakan-kebijakan baru tentu mendorong terjadinya perubahan, baik perubahan pola pikir, perangkat pembelajaran, model asessmen dan sebagainya. Faktanya, praktisi pendidikan tidak selalu mudah dalam mengikuti perubahan itu.

“Ganti menteri ganti kurikulum” sering dilontarkan masyarakat sebagai sindiran negatif saat menghadapi kurikulum baru. Pergantian kurikulum dianggap sarana meneguhkan eksistensi menteri, sebagai kebijakan yang tidak konsisten, tidak memiliki peta jalan, bahkan ada yang menganggap sekolah sebagai ladang uji coba kebijakan.

“Ungkapan ganti menteri ganti kurikulum” perlu dimaknai secara positif, yaitu suatu pola pikir yang justru menganggap perlu ada kebijakan baru jika menterinya baru. Pola pikir itu sesuai dengan prinsip relevansi dalam pengembangan kurikulum. Bahwa kurikulum harus selalu disesuaikan dengan tuntutan zaman, bahkan harus dapat mengantisipasi kebutuhan masa depan.

Pola pikir positif akan memupuk sikap adaptif, yaitu mudah menyesuaikan dengan keadaan. Sikap itu menuntun seseorang untuk selalu terbuka terhadap perubahan, bahkan dapat menjadi penggerak perubahan. Sikap adaptif mendorong munculnya perilaku yang saat ini dibutuhkan antara lain: inovatif, kreatif, kolaboratif, kritis, dan dinamis.

Kita perlu memupuk sikap adaptif dengan selalu mengupdate informasi. Kebijakan baru yang sering disosialisasikan di media massa atau media sosial perlu ikuti secara cerdas, yaitu cerdas dalam mengakses, memahami dan menggunakan informasi. Kecerdasan menghadapi informasi menjadi kunci memahami perubahan.

Siap menerima, memahami dan merespons informasi baru merupakan wujud sikap adaptif dalam menyongsong Kurikulum Merdeka. Setidak-tidaknya, mari kita pahami lima dokumen baru berikut: (1) Permendikbudristek No 4 Tahun 2022, (2) Permendikbudristek No 7 Tahun 2022, (3) Kepmendikbudristek No 56 Tahun 2022, (4) Keputusan Kepala BSKAP No 008/H/KR/2022 tahun 2022 dan (5) Keputusan Kepala BSKAP No 009/H/KR/2022 Tahun 2022.

Kabastraya 4 diselenggarakan Program Studi PBSI FKIP UMS dalam rangka menyosialisasikan Kurikulum Merdeka. Dosen dan mahasiswa didorong adaptif terhadap perubahan itu. Kurikulum Merdeka harus segera menjadi bahan kajian yang mewarnai perkuliahan dalam menyiapkan calon guru yang adaptif terhadap perubahan.

(dimuat di Suara Merdeka edisi 20 Juni 2022 oleh Dr. Main Sufanti, M.Hum, dosen PBSI FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta)