Santun Bertutur

Oleh: Agus Budi Wahyudi

PESTA demokrasi, bangsa Indonesia sedang mempersiapkan
pemimpin bangsa melalui Pemilu 2024. Pemimpin bangsa
tersebut akan diberi kepercayaan untuk memimpin bangsa.

Santun bertutur, saat ini menjadi fenomena menarik disimak
dalam rangkaian proses pemilihan pemimpin bangsa tersebut.

Hasil perjuangan penutur (warga) bangsa, sukses diperoleh.
Bahasa Indonesia menjadi salah satu bahasa resmi UNESCO
dan Malaysia menetapkan sebagai bahasa kebangsaan.

Bahasa Indonesia digunakan dalam seluruh bidang kehidupan.
Posisi tersebut diperoleh melalui perjuangan yang gigih.
Artinya, ada barisan pejuang penutur Bahasa Indonesia yang
berusaha untuk menjadikan bahasanya menjadi bahasa
internasional.

Barisan pejuang memerlukan dukungan seluruh penutur
bahasa Indonensia. Wujudnya, antara lain berupa kebiasaan
santun bertutur.

Penutur terbiasa menghormati lawan tutur, memilih diksi yang
disesuaikan dengan peristiwa tutur. Kapan hal itu dibiasakan?
Ya, manakala berkesempatan bertutur.

Bertutur di depan khalayak, baik ceramah, seminar dan debat
memerlukan kecerdasan sosial (santun bertutur) sosial.
Penutur terlihat jelas tentang kepribadiannya, kesungguhannya
dan ketidakseriusan bertutur.

Seorang penutur, dengan demikian wajib bermodal kecakapan
berbahasa dan etika sosial. Misal, bagaimana kesantuan
seorang calon pemimpin pada saat kampanye? Apakah
tuturannya ada kecenderungan merendahkan pihak lain di depan khalayak?

Apakah tuturannya bermewah diri menggunakan istilah asing,
yang sebenarnya tidak dikuasai secara mendalam konsep
yang dikandung oleh istilah tersebut? Beberapa masalah lain
yang penting dalam berkomunikasi dengan orang lain.

Santun bertutur dapat diperhatikan dari pilihan kata yang
sesuai dengan situasi dan kondisi. Ciri ketidaksantunan, misal:
(a) menyerang muka lawan tutur dengan tuturan yang menohok,
(b) melakukan perhormatan yang belebihan kepada lawan tutur.

Selain itu, (c) menggunakan istilah asing berlebihan.
Penggunaan istilah ini bukan berarti membawa diri penutur
terkesan berpendidikan dan luas wawasan, namun
kemewahan dalam penggunaan istilah menjadi penanda pula
bahwa penutur bahasa tidak memiliki sikap positif terhadap
bahasa Indonesia.

Serta (d) pilihan kata (diksi) yang sederhana dan jelas, sebab
pendengar berlatar belakang budaya, tingkat pendidikan, dan
kebiasaan sehari-hari yang bersahaja.

Penutur bahasa yang baik yaitu mengedepankan penggunaan
bahasa Indonesia yang mudah dipahami oleh khalayak.
Penutur tidak berlebihan melakukan penghormatan terhadap
lawan tutur.

Istilah asing digunakan disertai dengan penyampaian konsep
yang terkait dengan istilah tersebut sehingga tidak terjadi
kemacetan/jeda dalam proses komunikasi yang sedang
berlangsung.

Wibawa penutur ada dalam bahasanya. Wibawa penutur
bahasa Indonesia tergantung pada tuturan yang santun.
Wibawa bangsa Indonesia, wibawa bahasa Indonesia tersemat
pada peristiwa tutur.

Maka, marilah bersama-sama membiasakan santun bertutur
sehingga berwibawa sebagai penutur (warga). Bahasa Indonesia
membutuhkan penutur santun yang cerdas bersosial.**

*Penulis adalah Drs Agus Budi Wahyudi MHum, pengajar di PBSI-FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta