Surakarta, 17 Desember 2020
Mencermati kondisi yang sampai saat ini belum ada kepastian masa pandemi ini ini akan berakhir, berarti sudah berlangsung 10 bulan sejak Medio Maret 2020, maka sangat diperlukan langkah-langkah strategi dalam kaitannya dengan pelaksanaan pembelajaran masa transisi pandemi ini. Langkah ini dipandang sangat penting karena jika tidak ada persiapan matang sejak awal maka dimungkinkan akan terjadi loss generation atau bahkan education death (kepunahan pendidikan). Dalam arti pendidikan sebagai sebuah proses yang membersamai pembelajar tidak hadir secara nyata (induktik) atau bahkan punah sama sekali.
Pembelajaran online (daring) memang unggul dalam fleksibilitas waktu dan tempat, bisa dari mana saja dan dapat kapan saja. Namun demikian bukan berarti tanpa kelemahan, misalnya: cepat lelah, cepat capek, kurang induktif, kurang kontekstual, kurang membumi, tidak bisa utuh, interaksinya semu, dan terutama sulit untuk menjangkau implementasi PPK (Penguatan Pendidikan Karakter) bagi pembelajar.
Dalam konteks ini da dengan mempertimbangkan aspek serta kondisi tersebut, maka diterbitkannya SKB 4 Menteri: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama (Menag), Menteri Kesehatan (Menkes), dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19 perlu diterjemahkan secara bijak oleh banyak pihak, khususnya penyelenggara lembaga pendidikan dan pembelajar, baik siswa di Sekolah Dasar-Menengah maupun mahasiswa di Perguruan Tinggi.
Hasil diskusi Rektor UNS Prof. Jamal Wiwoho dengan Prof. Harun Joko Prayitno selaku pengamat pendidikan dari FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta yang diselenggarakan oleh RRI Surakarta pada Kamis 17 Desember 2020 direkomendasikan beberapa hal.
Rekomendasi yang utama adalah upaya preventif seperti meningkatkan imun, menegakkan kedisiplikan, dan tetap semangat dalam belajar-mengajar supaya mutu, proses, dan luuaran serta output pembelajaran dapat tercapai. Kemudian, bersyarat dan bertahap. Artinya, untuk bisa melaksanakan pembelajaran luring diperlukan berbagai persyaratan, misalnya mendapatkan izin dari satgas covid, dengan prokes, termasuk wilayah demografi (zona) aman (hijau) dll. Dan dilakukan bertahap artinya tidak bisa langsung dilaksanakan 100% luring, baik dari ukuran jumlah tatap muka maupun waktu dalam setiap tatap muka pembelajaran. Langkah ini penting supaya sehat, aman, dan proses pembelajaran memenuhi standar yang ditetapkan.
Tahap berikutnya adalah dilakukan evaluasi dan refleksi secara bersama untuk menentukan keberlanjutan tahap-tahap berikutnya. Dalam konteks ini maka model-model pembelajaran luring masa pandemi ini juga dianjurkan misalnya dengan menyesuaikan dari rombongan belajar/rombel menjadi kelompok belajar/kelar, waktu pembelajarannya yang selama ini misalnya kalau 2 SKS di Perguruan tinggi dibutuhkan waktu 100 menit maka untuk masa adaptasi ini cukup 50% atau 50 menit, jumlah tatap muka yang kalau dalam kondisi normal 14-16 kali pertemuan maka dalam masa transisi ini cukup 30% atau sekitar maksimal 4 kali pertemuan. Demikan tegas Prof. Harun Joko Prayitno yang sekaligus sebagai Dekan FKIP UMS.
Oleh sebab itu, perencanaan secara bertahap dan evaluasi secara bertahap dalam pembelajaran luring masa adaptasi pandemi ini menjadi penting terutama dalam kaitannya dengan syarat dan tahapan tersebut. Mengakhiri sesi diskusi tersebut Prof. harun Joko Prayitno menegaskan pentingnya pembelajaran yang holistik di era transisi pandemi supaya kompetensi holistik pembelajaran sebagai hakikat dari pembejaran yaitu kemampuan untuk hidup, kemampuan untuk kehidupan, kemampuan untuk penghidupan sebagai modal pembelajar dalam berkehidupan bermasyarakat dapat terwujud. Semoga. Salam @FKIP CAKAP.
Harun Joko Prayitno,
Ketua ALPTK PTMA/Dekan FKIP UMS